Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MENEMPATKAN WANITA SEBAGAI PUSAKA

sabdarianada.co.id. "Kamu hanya seorang wanita, apa gunanya sekolah tinggi-tinggi, mengejar karir sampai ke ujung bumi, sehebat apapun seorang wanita, langkahnya tetap akan terhenti, di antara dapur, sumur dan kasur". Pernyataan seperti ini atau yang sejenisnya, tidak sulit kita temukan dalam keseharian kita. terutama di lingkungan keluarga yang masih beranggapan bahwa keberadaan wanita hanyalah pelengkap kehidupan laki-laki.
Walimatut Tasmiyah Aisyah Rohma Arini Puti Bapak Romi Baderan
Ada yang lebih parah lagi, "Qodrat wanita hanya menunggu, bukan penentu". Jika yang datang haji, dipanggillah dia bu haji meskipun belum pernah ketanah suci. Jika yang datang Kiai, dia akan dipanggil ibu nyai, walaupun kadang tidak bisa mengaji. Jika suaminya orang kaya, orang akan menganggapnya bahagia, sekalipun tidak sedikit istri orang kaya menderita, karena suaminya mabuk janda, dan seterusnya.

Kalimat-kalimat melemmahkan, menyudutkan dan meniadakan peranan wanita sebagaimana  tersebut di atas, adalah buah dari hegemoni  kaum papa  yang berlebihan atas kaum wanita. Kenyataan seperti ini sudah berlangsung sejak  ribuan tahun yang lalu. Tidak sedikit oarang tua merasa malu, apabila anak perempuannya tidak segera menghadiahkan mantu. 

Beredar pula anggapan, apabila seorang anak perempuan pertama kali dilamar oleh seorang laki-laki, maka dia harus siap sedia menerima siapaun calon laki-laki itu adanya. Jika tidak, diyakini akan mendatangkan karma yang tidak  baik bagi perjalanan hidup anak perempuan tersebut. Perlakuan seperti ini tidak terjadi pada anak laki-laki. Anak laki-laki seringkali mendapatkan kebebasan dan kesempatan lebih luas untuk merencanakan masa depan dan meraih kebahagiaan hidup dibandingkan anak perempuan.

Akibatnya dominasi laki-laki atas perempuan hampir terjadi di semua lini kehidupan. Baik dalam kehidupan rumah tangga, kegiatan sosial, apalagi dalam kancah politik. Secara umum laki-lakilah yang mengambil peran dalam berbagai aktifitas itu, sedangkan kaum perempuan biasanya hanya menjadi pelengkap kedua. Kendatipun ada wanita yang mampu memimpin dan menguasai komonitas laki-laki, jumlahnya belum seberapa.

Kenapa ketimpangan seperti ini bisa terpelihara selama berabad-abad lamanya...? Di satu sisi, perkembangan peradaban manusia dari waktu kewaktu lebih sering mengedepankan otot, ketimbang otak, sehingga sangat wajar apabila di dalam perjalanannya laki-laki seringkali kali menduduki posisi lebih kuat dibanding perempuan. (Lihat Agus Musthafa, Poligami yuk, Padma Press, 2007)

Sementara pada sisi lain, kebanyakan perempuan juga sudah terlanjur asyik hanya sekedar menjadi PEMUAS ketimbang PENGGAGAS, lebih senang DIPER-EMPUK-KAN ketimbang DIPER-EMPU-KAN. Lebih sering menonjolkan sexsualitasnya  ketimbang moralitasnya,  dengan berkata WANI-TA? (berani Tah?) tentu laki-laki manapun akan bilang, iya WANI-TO (iya berani lah) siapa takut, memangnya gua penakut..?

Bagaimana seharusnya laki-laki menempatkan para wanita dan para wanita memposisikan dirinya..? Islam menginginkan wanita tidak sekedar menjadi mahkota, penghias keserakahan para lelaki. Tetapi menjadi pusaka,  yang memberikan kekuatan, kewibawaan, saran, masukan bahkan restu kepada para suami. Sehingga sejarah mencatat, setiap muncul laki-laki yang hebat, pasti di sampingnya juga berdiri wanita yang juga kuat.  

Di samping Rasulullah ada Siti Khadijah, Siti Aisyah dan Ummahatul mu'minin yang lain. Di sisi Nabi Ibrohim ada Siti Sarah dan Siti Hajar. Di samping Presiden Sukarno ada ibu Fatmawati, di sisi Presiden Suharto ada ibu Tin Suharto, dan banyak lagi contoh-contoh laki-laki hebat lainnya di berbagai belahan dunia. Sekali lagi semua itu bisa terjadi, karena mereka didampingi oleh wanita-wanita yang juga hebat dan kuat, sehingga para suami nampak hebat, kuat dan berbakat. 

Perhatikan bagaimana Jawaban Siti Khadijah  kepada Rasulullah, demi menjawab pertanyaan Rasulullah kerena kedapatan siti Khadijah menangis. "Saya menangis bukan karena sayang dengan harta benda saya yang hilang. Saya menangis karena merasa belum puas mendampingi tuan berjuang. Jika saya nanti mati dan tuan masih membutuhkan saya,  bangunkan saya   dari kematian, untuk lebih keras lagi membantu perjuangan tuan dalam menegakkan kebenaran". Allahu Akbar... Alllahu Akbar....Allahu Akbar.... Masih adakah wanita sehebat dan sekuat ini..? (Lihat selengkapnya, Muhammad Nuh Alghazaly, Sirah Nabawiyah, Arkola, 2008)

Lebih dari sekedar menjadi Pusaka, Islam juga mengharapkan para Wanita menjadi PER-EMPU-AN (Empu) orang yang membuat senjata itu sendiri. Untuk tujuan ini, perempuan tidak hanya bertugas  menjadi pendamping suami, tapi juga mengandung, melahirkan, menyusui, membesarkan, bahkan juga mendidik, dan mengasah ganarasi, sebagaimana sang EMPU mengasah pusaka-pusaka ciptaannya. Karenanya setiap muncul orang-orang hebat, pastilah juga terlahir dari rahim seorang ibu yang juga hebat. 

Kita ambil contoh misalnya Alm. Hadratus Syeh KH. Badri Masduqi. Beliau terlahir dari rahim seorang ibu bernama Musyarrah binti Mawardi. Ketika KH. Badri Masduqi masih di dalam kandungan usia 7 bulan, Abahnya Kiai Masduqi sudah menghilang (Muksa). Sejak saat itulah Nyai Musyarrah merawat putranya sendirian. Demi mengasuh dan mengasah putranya ini, beliau setiap hari berpuasa dan mengkhatamkan Alqur'an. (Lihat misalnya, Syaifullah, Kiai Bahtsul Masail,Pustaka Pesantren 2007) Dan masih banyak lagi ibu-ibu hebat di berbagai belahan bumi. Mereka telah berjasa melahirkan pusaka-pusaka hebat (keturunan) kebanggaan anak negeri. Barokah mereka akan terus mengalir hingga kiamat nanti. Amin.

Bertolak dari kenyataan ini, mestinya kita para orang tua harus lebih bersemangat di dalam mempersiapkan masa depan anak perempuan kita, ketimbang anak laki-laki. Atau menimal seimbang, terutama dalam hal kesempatan memperoleh pendidikan. Jika banyak anak laki-laki bisa menikmati pendidikan tinggi, apa salahnya jika kaum putri juga diberi. Jangan pernah memaksakan mereka menikah, selagi mereka belum benar-benar selesai sekolah. Sebagaimana kita tidak akan pernah memaksakan anak laki-laki kita kawin, selagi mereka masih terlihat miskin. Genarasi terdidik tidak mungkin terlahir, selagi kaum Ibu bukanlah wanita-wanita yang juga terdidik.

Laki-laki hanya sendirian tidak mungkin bisa melahirkan keturunan. Tapi Perempuan sendirian (Tanpa suami) masih ada harapan melahirkan anak, sebagaimana Siti Maryam melahirkan Nabi Isa Alaihis salam. Kejadian ajaib ini juga dibenarkan oleh para Medis. Mereka menyebutnya kelahiran Parthenogenetis. (Lihat Agus Musthafa, Poligami yuk, Hal. 112)

Semoga Allah mengampuni kita semua, Amin

Teruntuk Anakku
MELYNIA ROSYADA



Posting Komentar untuk "MENEMPATKAN WANITA SEBAGAI PUSAKA"