Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PUASA YANG BERBUAH TAQWA

sabdarianada.co.id. Tidak sedikit orang  Gagal mengendalikan diri justru setelah berada di puncak sukses. Merasa telah memiliki banyak hal menjadi tidak penyabar, keras kepala,  inginnya segala sesuatu diatur menurut kehendaknya.  Merasa mampu memecahkan batu karang menjadi lupa diri, bahwa serpihan batu karang yang paling kecil sekalipun bisa membuat kedua matanya kelilipan, lalu buta tidak bisa melihat dunia. 
Ilustrasi Aksi Militer Hajjad bin Yusuf 
Salah satu Agenda besar Puasa Ramadhan yang sedang kita jalani adalah, agar kita mampu mengendalikan diri di dalam berbagai situasi. Baik disaat kita kalah, lebih-lebih ketika kita dalam posisi menang. Bisa bertahan sabar disaat kalah itu biasa. Tetapi bisa sabar di dalam posisi menang itu yang mulai langka. 

Tidak dipungkiri, Islam sebagai Rahmatan lil Alamin telah banyak melahirkan pribadi Shalih yang juga Mushlih. Namun manusia tetaplah manusia. Tabiat dasar manusia jauh dari sempurna apalagi maksum. Karena itu sekalipun selalu dalam bimbingan wahyu,  Humam eror atau yang kita sebut Teroris saat ini - selalu saja ada dalam setiap masa. Sebut misalnya Abdullah bin Ubay bin salul di jaman Nabi. Muzailamah Alkazdab di masa Abu Bakar Assiddiq, Muawiyah bin Abi Sufyan pada Masa Ali bin Abi Thalib, Hajjad bin Yusuf dari Dinasti Bani Umayyah dan yang lainnya.

Menjadi sangat menarik untuk dibicarakan di dalam perjalanan Bulan Romadhan yang sudah memasuki 10 kedua ini, adalah sosok Hajjad bin Yusuf  yang pernah berlaku semena-mena kepada seorang pengembala  yang sedang menjalankan ibada Puasa. Sebagai imbalannya Allah juga membinasakannya hanya dengan penyakit demam juga di bulan Puasa, pada Tanggal 27 Ramadhan tahun 95 H setelah beberapa hari sebelumnya sempat menyembeleh leher Murid Kesayangan Abdullah bin Abbas yang bernama Said bin jubair.

Hajjaj bin Yusuf (661-714M) adalah  Gubenur Irak dan Hijaz, di zaman Khilafah ‘Umayyah. selain dikenal sebagai Gubernur yang alim dan Faqih, Hajjad juga adalah sosok penindas yang kejam.  Ibn al-Atsir dalam kitabnya, al-Kamil fi at-Tarikh menuturkan, Korban terbunuh akibat kekejaman Hajjad  mencapai 120.000 orang,  belum termasuk 80.000 yang mati karena dipenjara olehnya. Hajjab bin Yusuf pula yang telah menghancurkan sebagian bangunan Ka'bah dengan Manjaniq (meriyam batu) pada hari Selasa jumadil Awal Tahun 692 M hanya untuk menangkap Abdullah bin Zubair yang dituduhnya sebagai pemberontak.

Di siang hari yang sangat terik, Hajjad meminta pengawalnya agar mengajak seorang tamu untuk menemaninya  bersantap siang. Seorang Pengembala yang tinggal di Pegunungan menjadi tamunya siang itu, dan terjadilah dialog di bawah ini.

" Mari kita makan bersama", ajak Alhajjad.
"Saya telah diundang oleh yang lebih mulia dari tuan, dan telah saya penuhi undangannya", kata si pengembala.
"Wau, siapa gerangan yang mengundangmu".
"Tuhan seru sekalian alam, hari ini aku sedang berpuasa".
"Apakah anda berpuasa di hari yang sangat terik ini.?"
"Iya, bahkan aku berpuasa di hari-hari yang lebih terik lagi".

"Ayolah kita makan bersama, besok anda bisa berpuasa kembali", bujuk Alhajjad. 
"Apabila hari aku berbuka, apakah tuan bisa menjamin, besok saya masih bisa hidup untuk melanjutkan puasa?"
"Tentu tidak".
"Kalau demikian kenapa tuan meminta sesuatu hari ini dan berjanji akan memberikannya kembali besok. Sedangkan hari esok bukan berada dalam kuasa tuan.?"

Setelah berfikir sejenak, Alhajjad mengajak lagi. "Ayolah kawan, kita makan bersama. Makanan ini sungguh sangat lezat. Tidak banyak orang seberuntung kamu, mendapatkan undangan makan dariku". 

Sambil berdiri untuk meninggalkan Alhajjad, Pengembala itu kembali menolak. "Yang membuat lezat bukan juru masak tuan, bukan pula hidangan yang dihidangkan. Yang membuat lezat semua masakan adalah "AFIAH (Kesehatan Jasmani dan Rohani)".

Dapat dipastikan bagaimana Nasib pengembala itu selanjutnya. Seperti orang lain yang dianggap membangkang perintah Alhajjad selalu bernasib  malang dengan Kepal terpisah dari badannya. 

Inilah contoh puasa yang berbuah Taqwa. Kemampuan mengendalikan diri, menahan rayuan serta kesadaran akan kehadiran Allah dalam berbagai situasi.
Semoga Allah membimbing kita semua dan menjadikan sisa puasa kita lebih berkah, Amin.

Sumber
  1. Tarjemah Tarikh Ibnu Katsir Albidayah wa Annihayah
  2. Quraish Shihab, Lentera Al Qur'an





Posting Komentar untuk "PUASA YANG BERBUAH TAQWA"