Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

ALASANMU JAUH LEBIH MENYAKITKAN

sabdarianada.co.id. Konon di suatu hari di pagi buta, Abu Nawas Penyair Jenaka yang sangat dekat dengan Khalifah Harun Arrosyid bertemu dengan seseorang. Rupanya ia ingin sekali bercanda, dipegangnya bagian sensitip dari orang itu. Betapa terkejutnya ia setelah mendengar suara orang itu menghardik keras. Abu Nawas sadar, bahwa yang baru saja ia pegang adalah Khalifah Harun Arrosyid sendiri. 
Tidak ada Usaha yang Sia-Sia Tidak ada Kepercayaan yang selalu berahir Kecewa
Dengan suara sedikit terbata-bata Abu Nawas berusaha menjalaskan. "Maafkan hamba paduka Raja, hamba kira yang hamba pegang adalah Permaisuri". Tentu saja Khalifah semakin marah. Alasan yang dikemukan Abu Nawas jauh lebih buruk dan lebih berat ketimbang kesalahan yang sudah ia perbuat.  

Dalam keseharian kita kejadian serupa tidak jarang kita jumpai, baik di dalam Keluarga, Organisasi, maupun dalam kehidupan Masyarakat. Usaha mengabaikan kewajiban-kewajiban tertentu dengan Alasan yang lebih buruk dan lebih salah dari kewajiban yang ditinggalkan. 

Di dalam rumah tangga misalnya sering kita dengar para orang tua berkata kepada anak-anaknya. " Tidak usah melanjutkan sekolah, tamat MA saja sudah cukup. Walaupun sekolah tinggi-tinggi selesai tetap tidak jadi apa-apa". Melarang anak melanjutkan pendidikan adalah suatu  kesalahan, tetapi lebih salah lagi jika larangan tersebut dilakukan dengan alasan walaupun sudah menyelesaikan pendidikan tinggi anak-anak kita tetap tidak akan jadi apa-apa. 

Sedemikian buramkah masa depan anak-anak kita, sehingga kita para orang tua berpraduga mereka tidak akan jadi apa-apa walaupun sudah berusaha keras menyelesaikan pendidikan tinggi? Atau sedemikian burukkah wajah pendidikan kita, sehingga dianggap tidak ada kontribusi sedikitpun terhadap perbaikan masa depan anak-anak kita.? 

Demikian pula di dalam berorganisasi. Tidak jarang teman-teman kita berkata, "Tidak apa-apa tidak hadir temu Alumni, yang dibahas paling itu-itu saja. Ujung-ujungnya hanya sumbangan, Subhanallah. Enggan untuk hadir adalah kekeliruan, tetapi alasan tidak hadir jauh lebih menyakitkan. 

Kenapa kita  selalu beranggapan berorganisasi akan membuat kita semakin menderita. Apa tidak lebih baik sewaktu-waktu kita belajar berkhusnuddhon, bahwa dengan berorganisasi kehidupan kita akan lebih sejahtera. Sedemikian rapuhkah keyakinan kita kepada ajaran Agama kita sendiri? Bahwa Silaturahim selain bisa menambah Rizqi juga bisa menambah usia..? 

Di dalam kehidupan bermasyrakat demikian juga. Menjelang Pilgub yang tinggal hitungan hari, ungkapan-ungkapan senada berseleweran di kanan kiri kita. " Goput saja, tidak usah capek-capek ke TPS. Setiap  Paslon kedua-duanya tidak ada yang mewakili kepentingan Rakyat". 

Malas memilih adalah kesalahan besar, tetapi alasan untuk tidak memilih karena beranggapan  tidak ada calon yang baik dan bisa memperjuangkan kepentingan Rakyat jauh lebih salah besar. Sudah sedemikian bejadkah moral bangsa ini, sehingga tidak ada satu orangpun yang bisa kita percaya lagi..? 

Jangankan di dalam kehidupan bermasyarakat dengan beragam kepentingan dan persoalan, hanya dengan tiga orang saja, apabila di dalam perjalanan nabi menganjurkan agar di pilih satu satunya sebagai pimpinan. 

Memilih adalah Amanat. Jabatan yang diberikan oleh pemilih kepada orang yang dipilih adalah juga Amat. Enggan memilih adalah menyia-nyiakan Amanat. Kita tau sendiri bagaimana murka Allah kepada orang yang menyia-nyiakan Amanat. 

Prinsip yang diajarkan Nabi adalah
في بعض الشر خيار "Di dalam keburukan masih ada pilihan, yakni memilih yang paling sedikit keburukannya. Karena menurut Nabi, " Pemimpin yang Aniaya masih lebih baik ketimbang kekacauan". [1]

Semoga Allah mengampuni dan membimbing kita semua, sehingga tidak pernah mengkecilkan Arti sebuah upaya. Amin.

Sumbermalan, Kamis 7 Syawal 2018

[1] Quraish Shihab, Lentera Al Qur'an, Mizan Bandung 2008.

Posting Komentar untuk "ALASANMU JAUH LEBIH MENYAKITKAN"