Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

DO'A POLITIK ATAU POLITIK BERDO'A..?

sabdarianada.co.id. Mendekati Pilkada serentak yang tinggal hitungan hari, anjuran Doa bersama dari para pendukung Paslon menggema dimana-mana. Memang ketika usaha lahiriyah dirasa sudah sampai diubun-ubun, tidak ada cara lain selain mengembalikan seluruhnya kepada Kuasa Allah yang paling Maha tahu dan paling mampu mewujudkan semua harapan menjadi kenyataan.
Calon Pemilih Pemula : Pilih  No. 1 atau 2 ...?
 Tanggapan miring pun mumcul dari berbagai kalangan. Ada yang menyebutnya Doa politik, Shalawat politik, Silaturahim politik, pencitraan  dan lain sebagainya.

Bagi para Agamawan mendoakan keselamatan Bangsa dan Negara, Pemimpin dan calon Pemimpin lumrah dilakukan. Karena ditangan merekalah Nasib Bangsa ini kelak ditentukan. Jika para pemimpinnya sudah tidak bisa Amanah dan tidak bisa berlaku Adil, kehadirannya bukan menjadi Rahmat malah semakin memperparah penderitaan rakyat. 

Tidak salah jika Rasulullah berpersan :
استعيدوا  بالله من المنفرات قالوا ومالمنفرات يارسول الله قال: الامام الجاءر ياخد منك الحق ويمنعك الحق
"Berlindunglah kalian kepada Allah dari hal-hal yang menakutkan. Sahabat bertanya: " Apa gerangan hal-hal yang menakutkan itu ya Rasulullah? Nabi menjawab:  Pemimpin yang Jahat dia suka mengambil dan mencegah yang menjadi hakmu. 

Sedemikian pentingnya mendoakan Pemimpin, sampai-sampai para Ulama' terdahulu seperti Imam Ahmad bin Hambal [164-241H] berkata sebagaimana dikutib oleh Ibnu Taimiyah [ 661-728H] di dalam kitabnya Al-Siyasah Al-Syar'iyah : " Andaikan kita memiliki Doa yang diyakini bisa Makbul, sudah pasti kita gunakan untuk mendoakan para Penguasa atau pemimpin". 

Memperhatikan Integritas Ilmiyah dan Kepribadian Imam Ahmad bin Hambal serta keteguhan pendiriannya membela kebenaran yang diyakininya, ungkapan tersebut di atas sangat jauh dari kesan Politis. Imam Ahmad pernah dipenjara 2 tahun, dihukum cambuk 82 kali sampai badanya melepuh dan tidak sadarkan diri, karena mempertahankan keyakinannya terhadap keqadiman Alqur'an yang sempat dinafikan oleh Khalifah Alma'mun dan Almu'tasim. Dalam kondisi aman sekalipun beliau ditawari jabatan penting oleh Khalifah Almutawakkil tetap menolak. 

Dengan demikian ajakan mendoakan pemimpin/Penguasa yang beliau komandankan dapat dipastikan bukan dalam rangka mendapatkan simpati publik dan penguasa, tetapi semata-mata demi keselamatan Aqidah dan Umat secara keseluruhan. 

Nabi memang melarang membetikan Jabatan kepada orang yang sangat berbisi mendapatkannya. Sahabat Abi Musa bercerita, bahwa pada suatu hari ada dua orang laki-laki menghadap Nabi. Dua orang itu meminta agar Nabi berkenan memberinya jabatan tertentu untuk mengurus keperluan Umat. Kepada dua orang ini Nabi menjawab :

ﻭَﺍﻟﻠﻪِ ﻻَ ﻧُﻮَﻟِّﻲ ﻋَﻠَﻰ ﻫَﺬَﺍ ﺍﻟْﻌَﻤَﻞِ ﺃَﺣَﺪًﺍ ﺳَﺄَﻟَﻪُ ﻭَﻻَ ﺃَﺣَﺪًﺍ ﺣَﺮَﺹَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
"Demi Allah kami tidak akan memberikan Jabatan ini kepada orang yang meminta atau kepada orang yang sangat berambisi mendapatkannya" (HR.Bukhari) 

Nabi mengerti betul, orang yang meminta-minta jabatan tidak akan pernah mampu berlaku adil dan Amanah dengan Jabatannya. Mereka lebih sering menyalahgunakan Jabatannya untuk kepentingan dirinya sendiri dan kelompoknya. Sehingga Nabipun mengingatkan ;

ﻣَﺎ ﺫِﺋْﺒَﺎﻥِ ﺟَﺎﺋِﻌَﺎﻥِ ﺃُﺭْﺳِﻼَ ﻓِﻲ ﻏَﻨَﻢٍ ﺑِﺄَﻓْﺴَﺪَ ﻟَﻬَﺎ ﻣِﻦْ ﺣِﺮْﺹِ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀِ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﻤَﺎﻝِ ﻭَﺍﻟﺸَّﺮَﻑِ ﻟِﺪِﻳﻨِﻪِ
"Dua ekor Srigala buas yang berada ditengah-tengah kawanan Domba, tidak lebih berbaya dibandingkan satu orang yang mabuk Harta dan gila Jabatan". (HR.Ahmad. Imam Atturmuzdi dan Imam Ibnu Hibban mengatakan Hadis ini Hasan Shahih). 

Dibagian lain Alqur'an justru memuji orang yang mau berdoa baik untuk dirinya ataupun untuk orang lain, agar dijadikan pemimpin yang baik di tengah-tengah masyarakat yang juga baik. 

ﻭَﭐﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ ﺭَﺑَّﻨَﺎ ﻫَﺐْ ﻟَﻨَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﺯْﻭَٰﺟِﻨَﺎ ﻭَﺫُﺭِّﻳَّٰﺘِﻨَﺎ ﻗُﺮَّﺓَ ﺃَﻋْﻴُﻦٍ ﻭَﭐﺟْﻌَﻠْﻨَﺎ ﻟِﻠْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ ﺇِﻣَﺎﻣًﺎ
"Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam (Pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa". (Al-Furqan:74) 

Mungkin atas dasar ini pula kenapa Usman bin Affan menolak ketika diminta meletakkan jabatannya sebagai kepala Negara. Usman berkata : " Saya tidak akan pernah melepaskan baju yang telah dikenakan Allah padaku, kecuali Allah sendiri yang membukanya". Yang dimaksud baju dalam hal ini adalah Jabatan Khalifah yang beliau jabat selama kurang lebih 11 Tahun dari Tahun 644-656. Karena Jabatan adalah Anugerah dari Allah, tentunya harus dipertahankan dari tangan siapapun yang ingin merebutnya, sampai Allah sendiri yang mengambilnya. 
ﻗُﻞِ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻣَﺎﻟِﻚَ ﺍﻟْﻤُﻠْﻚِ ﺗُﺆْﺗِﻲ ﺍﻟْﻤُﻠْﻚَ ﻣَﻦْ ﺗَﺸَﺎﺀُ ﻭَﺗَﻨْﺰِﻉُ ﺍﻟْﻤُﻠْﻚَ ﻣِﻤَّﻦْ ﺗَﺸَﺎﺀُ ﻭَﺗُﻌِﺰُّ ﻣَﻦْ ﺗَﺸَﺎﺀُ ﻭَﺗُﺬِﻝُّ ﻣَﻦْ ﺗَﺸَﺎﺀُ ۖ ﺑِﻴَﺪِﻙَ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮُ ۖ ﺇِﻧَّﻚَ ﻋَﻠَﻰٰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳﺮٌ

Katakanlah: "Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. ( Ali Imran : 26) 

Ahirnya siapapun yang terpilih mudah-mudahan selalu berpihak kepada kebenaran dan kepentingan Rakyat banyak.Amin


Sumber bacaan :
Biografi Ulama' Empat Mazdhab, Abdul Aziz Asy-Syinawi, Penerbit Beirut Publishing, Jakarta Timur

Posting Komentar untuk "DO'A POLITIK ATAU POLITIK BERDO'A..?"