Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

NGAJI KITAB DI MASJID NABAWI

Halaqah di salah satu Sudut Masjid Nabawi Madinah.
 terlihat banyak sekali Peserta menggunakan Sarung dan Peci Hitam
sabdarianada. Berkesempatan ikut nimbrung pada salah satu Halaqah di Masjid Nabawi Madinah adalah pengalaman sangat berharga bagi setiap Muslim yang dahaga bimbingan dan Pengayoman. Walaupun tidak setiap kita mengerti komonikasi mereka, keramahan dan  keteduhan wajah para Syeh yang mengasuh Halaqah tersebut telah mampu membuat bathiniyah merasa tentram. Menyadari arti persaudaraan yang diikat oleh Iman dan Ilmu. Mungkin inilah yang dimaksud oleh Nabi:

"Siapa saja yang memandang wajah orang Alim dengan pandangan Bahagia, maka Allah ciptakan dari pandangan tersebut Malaikat yang akan nemohonkan ampun untuknya hingga hari Kiamat". 

Bagaimana tidak bahagia, mereka memperlakukan siapa saja sebagai saudara bahkan anak. Siapapun boleh ikut belajar. Siapa saja boleh memanfaatkan Fasilitas yang disediakan, tanpa perlu bertanya dari negara mana berasal, kemampuannya seberapa. sebuah pemandangan yang sudah mulai langka di Negeri kita Indonesia. 

Tradisi yang mereka kembangkan di setiap halaqah yang diadakan tidak memperlihatkan hubungan yang kaku antar guru dan murid. Tidak pernah terdengar dari lisan para Syeh memanggil Tilmid (murid) kepada peserta Halaqah. Mereka lebih sering menggunakan kata Waladi (anakku) atau Akhi (saudaraku) kadang Hajj (Haji) sebuah ungkapan kedekatan yang tidak akan pernah terpisahkan oleh apapun juga. 

Hal lain yang juga sangat berbeda dengan Negeri kita, para Guru (Syeh) itu mengajar tanpa terbebani Kurikulum dan target apapun. Karena mereka mengajar atas panggilan Nuraninya sendiri sebagai bentuk Tanggung Jawab keilmuan yang telah Allah Anugerahkan padanya. Bukan karena atas perintah seseorang dan bukan karena mengharapkan sesuatu. 

Mereka mengajar tanpa beban berapapun jumlah peserta yang bisa hadir. Mereka selalu hadir lebih awal dari waktu yang telah ditetapkan sambil membawa sendiri peralatan yang diperlukan, termasuk dempar (meja kecil untuk peserta) sejumlah yang bisa ia sediakan.

Begitu tiba dilokasi dengan tangannya sendiri pula menata meja-meja tersebut dan memberinya tulisan Khassun lil Qori ilqur'an (khusus orang yang mau membaca dan belajar Alqur'an) atau lainnya jika mengajar bidang yang lain. Artinya siapapun yang mau belajar boleh duduk ditempat itu dan menggunakan meja tersebut. 

Singkatnya, secara umum Ahlaq mereka benar-benar mencerminkan seorang Pengasuh dan Pendidik, bukan seorang pengajar yang hanya pintar memaparkan baik dan buruk tapi tidak mampu menjadikan yang buruk menjadi lebih baik. Mereka bukan hanya Shalih tetapi juga Mushlih; mampu menjadikan orang lain juga baik, bahkan kalau bisa harus lebih baik dari dirinya. Seorang guru baru bisa dikatakan telah berhasil, apabila ia  bisa menajadikan murid-muridnya mampu melampoi dirinya dalam bidang-bidang tertentu. 

Pernah pada suatu ketika saya melihat ada seorang siswa datang agak terlambat. Begitu sampai ditempat gurunya mengajar, siswa yang baru saja datang itu langsung mengambil dua gelas Air Zam-Zam dan menyerahkan kepada sang Guru yang sedang tersenyum menyambut kedatangannya. Sang guru dengan tersenyum mesra berucap Syukran dan meminumnya dengan penuh Syukur serta mengembalikannya yang satu gelas lagi kepada sang murid. Murid itu pun meminumnya seperti yang dilakukan oleh sang guru. 

Sebuah pemandangan luar biasa yang jarang bahkan mungkin tidak pernah kita jumpai di Indonesia. 
Semoga Allah membukakan hati dan pikiran kita menjadi lebih baik dari waktu kewaktu, Amin.

Posting Komentar untuk "NGAJI KITAB DI MASJID NABAWI"