Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

REMBULAN ITU KINI TERBENAM ( Detik-Detik Wafatnya Rasulullah)



بسم اللە الرحمن الرحيم
اللهم صل علی سيدنا محمد الفاتح لما اغلق والخاتم لماسبق ناصر الحق بالحق والهادي الی صراتك المستقيم وعلی اله حق قدره ومقداره العظيم
آمين
Sabadarianada.id. Lazim terjadi dimana-mana, setiap Peringatan Maulid Nabi pasti selalu didominasi oleh usaha-usaha untuk mengenang Kelahiran Baginda Rasulillah Mugammad, SAW. Sebagai Karunia dan Kado terindah yang pernah Allah berikan u njirntuk umat Manusia dan seluruh Alam. 

Sementara ada bagian lain yang kerap kali terlupakan, yaitu detik-detik Wafatnya Rasulullah. Padahal dari bagian ini kita akan merasakan betapa Dahsyatnya Cinta Rasulullah kepada kita umatnya. 

Pertanyaan Awampun bermunculan. Kenapa yang diperingati hanya Kelahiran Nabi, wafatnya kok tidak....?
Kenapa kalau Nabi yang diperingati kelahiranya...? Sementara tokoh yang lain semisal Ulama, kiyai yang diperingati hari Wafatnya...? Dan seterusnya. 

Sudah kepalang basah, terlanjur menjadi bola Pertanyaan yang mengelinding kemana-mana. Beberapa tokoh pun angkat bicara. 

Prof. Dr. Quraish Shihab dalam sebuah tayangan Telivisi memaparkan, " Kelahiran Nabi adalah sesuatu yang mengembirakan, sedangkan Wafatnya Nabi adalah peristiwa yang menyedihkan. Yang kita rayakan yang mengembirakan saja", ujarnya. 

"Walaupun dalam Konteks 12 Robiul Awal ketika kita memperingati Lahirnya Rasulullah berarti kita juga mempetingati wafatnya, karena lahir dan wafatnya Nabi terjadi pada bulan dan Tanggal yang sama", imbuhnya. 

Selanjutnya Imam Jalaluddin As-Syuyuti sebagaimana dikutip oleh NU online menjelaskan, "Kelahiran Rasulullah adalah seagung-agungnya Nikmat, sedangkan wafatnya Rasulullah adalah paling Agungnya Musibah. Islam mendorong kita mensyukuri Nikmat dan bersabar ( tidak mengeluh ) atas segala Musibah". 

Dari pernyataan Imam As-syuyuti ini terkesan ada semacam kekhawatiran, apabila Wafatnya Rasulullah diperingati, Umat Islam terjerumus sikap meratapi kepergian Rasulullah seperti dilakukan oleh kelompok Syiah atas terbunuhnya Sayyidina Hasan dan Husen. 

Apapun alasannya, yang pasti usaha memaparkan Detik-detik Wafatnya Rasulullah perlu mendapatkan porsi lebih banyak lagi. Karena dari bagian ini kita akan merasakan betapa Dahsyatnya Cinta Rasulullah terhadap umatnya.


DETIK-DETIK WAFATNYA RASULULLAH

Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. 

Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur’an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku.”

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. 


Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” desah hati semua sahabat kala nitu. 

Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.

Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti ingin menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. 

Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. 

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”.”Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,”tutur Fatimah lembut. 


Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. 

“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,” kata Rasulullah.

Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

 ” Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. 

“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril. 

Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya Jibril lagi.

 “Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril. 

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

”Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. 

“Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. 

“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. 

“Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku". 

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.
Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya.


”Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum – peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.” 

Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. 

“Ummatii, ummatii, ummatiii!” – “Umatku, umatku, umatku” Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. 

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allaahumma sholli ‘alaa Muhammad wa’alaihi wasahbihi wasallim. 

Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Usah gelisah apabila dibenci manusia kerana masih banyak yang menyayangimu di dunia, tapi gelisahlah apabila dibenci Allah kerana tiada lagi yang mengasihmu di akhirat kelak.

Semoga kita semua beroleh SYAFAATNYA, Amin

Sumber : MUHAMMA RASULUL HURRIYAH

Karya Syeh Aburrahman As Syarqowi hal: 381

Posting Komentar untuk "REMBULAN ITU KINI TERBENAM ( Detik-Detik Wafatnya Rasulullah)"