Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

DAG DIG DUG DI MALAM PANAMPAN

Berharap tunangan Datang
Sabdarianada. Id. | Panampan adalah istilah yang digunakan oleh sebagian Masyarakat Madura untuk menyebut malam pertama puasa  Romadhan. Panampan artinya waktu untuk menampah, membawa barang dengan posisi tangan didepan sejajar bahu, bisa juga diartikan memanggul atau memikul. 

Panampan adalah malam pengucapan Ikrar setia dari seorang Muslim,  bahwa akan selalu berusaha menampah, memanggul, memikul semua beban yang ditimbulkan oleh kewajiban Puasa Romadhan yang besok pagi akan dilaksanakan selama satu bulan penuh. 

Pengucapan Ikrar di malam Panampan biasanya  ditandai dengan ritual Arebbe, selamatan kecil-lecilan yang hanya diikuti oleh anggota keluarga dalam satu Rumah, kepala keluarga bertindak sebagai pemimpin doa atau anak laki-laki yang sudah dipercaya. Tujuannya memohon pertolongan kepada Allah agar seluruh anggota keluarga diberikan kemampuan menjalankan kewajiban puasa. 

Sesungguhnyalah yang paling berdebar-debar menyambut datangnya bulan Romadhan adalah para Remaja Putri yang sudah terikat pertunangan dengan lelaki Pujaan hatinya. 

Betapa tidak, di malam pertama puasa atau yang disebut malam Panampan calon mempelai Putra akan datang berkunjung dengan membawa sesembahan berupa pakaian jadi lengkap dengan peralatan Kosmitiknya. 

Calon mempelai putra datang ditemani salah seorang keluarganya atau teman dekatnya yang bertugas membawa Selamatan berupa masakan lengkap dengan daging ayam yang sudah dipanggang yang mereka sebut sonteng. 

Tradisi mengantar sesembahan dimalam pertama puasa ini oleh sebagian masyarakat Madura Situbondo di sebut "Ajemuh",sedangkan Masyarakat Madura di wilayah Probolinggo menyebutnya " Ater Toloh". 

Ajemuh adalah bahasa Madura artinya minum jamu. Di era 80-an dan sebelumnya sesuguhan yang dibuat oleh tuan rumah (keluarga calon mempelai putri) untuk menyambut calon mantunya benar-benar lengkap dengan masakan Jamu Tradisional yang dianggap paling istimewa di daerah tersebut. Dibuat menyerupai dodol dengan bahan dari rempah-rempah dan bahan Jamu  lain yang diyakini bisa menambah kebugaran. 

Tradisi ini mengandung pesan moral bahwa menghadapi bulan Romadhan kita harus Sehat dan kuat lahir Bathin. Secara lahiriyah harus kuat dan tahan untuk tidak makan dan minum serta hal lain yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbit Fajar hingga terbenamnya Matahari. 

Secara Batiniyah baik calon mempelai Putra maupun putri harus kuat menahan Syahwat. Untuk sementara waktu selama Romadhan berlangsung tidak boleh saling kontak apalagi  bertemu, karena dikhawatirkan bisa membatalkan pahala Puasa. 

Seiring berubahnya zaman menu jamu mulai ditiadakan, cukup diganti pesan singkat dari calon mertua kepada calon mantu laki. "Jekajeh cong apasah, Todhus keklakek mun tak apasah" (Usahakan Nak besok puasa, malu  laki-laki kalau sampai tidak puasa). 

Mendapat pesan dari calon mertua, kebanyakan calon mempelai putra hanya manggut-manggut tersipu malu, seperti bebek dicocok hidungnya. Maklum posisinya dalam keluarga mertua belum benar-benar kuat, salah bersikap bisa dipecat. 

Tidak jauh berbeda dengan Tradisi Ajemuh, budaya "Ater Toloh" di Probolinggo juga sarat pesan Moral yang erat kaitannya dengan Ibadah Puasa. Sesembahan yang terdiri dari perlengkapan keramas mengisyaratkan, Puasa Ramadhan membutuhkan kesucian lahir batin. Puasa lahiriyah saja hanya mampu mengantarkan seseorang gugur kewajiban, tapi Pahala puasanya di akhirat kosong. 

 Rosulullah SAW berpesan :

كم من صائم ليس له من صيامه الا الجوع والعطش

"Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut, kecuali rasa lapar dan dahaga," (HR. Ath Thobrani). 

Model puasa lahiriyah tidak jauh berbeda dengan orang bekerja tapi tidak gajian, orang menanam tapi tidak bisa panen, atau bagaikan seorang laki-laki yang berusaha mati-matian memberikan perhatian kepada seorang gadis, giliran diajak nikah si ganis malah bilang hanya mau temanan biasa. Adoh apes tenan. 

Orang yang sedang berpuasa sejatinya harus meninggalkan dua hal sekaligus :

1).MUFTHIROT (مفطرات): Perilaku yang membatalkan puasa serta pahalanya seperti dengan sengaja memasukkan benda apa saja ke dalam organ tubuh bagian dalam baik melalui mulut, hidung, telinga, maupun kemaluan. Makan minum yang disengaja, Berhubungan suami istri di siang hari bulan Romadhan, Murtad (keluar dari Islam)  Haid, Nifas, walau keluar setetes darah, Melahirkan, gila walau hanya sebentar, hilang kesadaran seharian penuh.

Jangan lupa  orang yang melakukan hal tersebut di atas harus mengqodo puasanya di hari lain setelah hari raya Idul Fitri sejumlah hari yang ditinggalkan. Kecuali orang yang melakukan hubungan badan di siang hari bulan puasa, dia harus mengganti puasa 2/ bulan berturut-turut. Kok berat sekali? Karena larangan yang dilanggar  kelas berat, hukumannya pun tentu lebih berat. 

2).MUHBITHOT (محبطات): perilaku yang membatalkan pahala puasa tapi tidak membatalkan puasanya  seperti, Ghibah, Hoax, berdusta, memandang sesuatu dengan syahwat/birahi, sumpah palsu, berkata kotor, dan lain-lain. Yang pastinya di era seperti sekarang ini sangat sulit sekali dihindari. 

Agar pahala puasanya tidak gosong selama puasa terutama siang hari disarankan tidak terlalu sering keluar rumah, di luar banyak godaan eko. Karenanya ketika Ater Toloh semua keperluan mandi dan perlengkapan Kosmetik lainnya dilengkapi, harapannya agar calon mempelai putri tidak terlalu sering keluyuran di luar rumah. Sampai-sampai ada semacam anjuran tidak tertulis, "dari pada keluyuran waktu puasa lebih baik tiduran di rumah". Walaupun menurut Imam Al Ghazali Tidur sama dengan MATI. 

Padahal Kebutuhan dandan bagi seorang gadis setara dengan Rokok bagi peria. Walaupun tengah malam selama masih mungkin dia akan pergi mencari. 

Singkatnya, Tradisi Ajemuh atau Ater Toloh selain mengandung muatan ucapan Selamat menunaikan Ibadah Puasa juga bermuatan Tajdidul Khitbah (memperbaruhi pinangan). Calon mempelai putra yang tidak datang di malam Panampan tanpa alasan yang jelas, biasanya akan berakibat putusnya hubungan kedua belah pihak. Sungguh luhur peninggalan para pendahulu kita. 

Adoh adoh, senengnya bagi yang sudah Tunangan. Tapi kasihan juga bagi yang belum laku-laku juga. Tapi santai Bro akan indah pada waktunya eko. 

Selamat Datang Romadhan
Semoga Allah membimbing kita, Amin


Posting Komentar untuk "DAG DIG DUG DI MALAM PANAMPAN"