Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SEKEDAR NAKTANAAN, TIDAK TANAK SUNGGUHAN

Suasana makan bersama
di tengah mewabahnya virus Corona
Sabdarianada.id | Bukan Santri namanya jika sampai kehabisan Momen untuk bergembira. Lihat saja, ketika banyak kalangan dilanda cemas, takut berkumpul, takut berjabat tangan, takut Shalat Jum'at, malah dikabarkan sudah banyak suami-istri yang enggan berhubungan badan, seperti diberitakan oleh harian terkemuka di New York kebanyakan wanita dan laki-laki disana lebih memilih Masturbasi atau Onani akibat merebaknya Covid 19, sejumlah Santri ini malah menggelar acara Masak dan makan bersama yang mereka sebut "Naktanaan". 

Tentu bukan karena mereka tidak percaya dengan pemberitaan tentang Virus mematikan itu, hanya saja mereka menyadari bahwa rasa takut dan cemas yang berlebihan jauh lebih mematikan dibandingkan Virus manapun. 

Belakangan juga Viral di Medsos tentang percakapan seorang Wali Kutub dengan salah satu Virus yang akan menjalankan tugasnya sebagai Jundullah (tentara Allah) pada salah satu daerah yang telah Allah tentukan. 

Lho kok bisa....! Iya bisa lah. Namanya Wali Kutub, tidak ada kesulitan sedikitpun bagi seorang Wali Kutub melihat dan berkomonikasi dengan mahkuq yang paling tersembunyi sekalipun. Mereka melihat dengan penglihatan Allah, mendengar dengan pendengaran Allah, meroso dengan Rosulullah, berjalan, menggerakkan tangan dan aktifitas apapun, seluruhnya dalam bimbingan dan kendali kuasa Alahi. 

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ وَلَئِنْ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
"Siapa yang memusuhi wali-Ku maka sesungguhnya Aku telah menyatakan perang terhadapnya. Dan tidaklah hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu ibadah yang lebih Aku cintai dari apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan senantiasa seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan Sunah hingga Aku mencintainya. Jika Aku mencintainya maka Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta (sesuatu) kepada-Ku pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan kepada-Ku pasti Aku akan melindunginya.” [HR. Al-Bukhari].

"Berapa banyak korban yang direncanakan..?", sang wali bertanya.

"Hanya 50 ribu Syeh...!!! Jawab virus itu tegas. Tanpa merasa perlu berlama-lama lagi virus itu segera pamit pergi. 

Sang Wali maklum, menunda-nunda perintah Allah adalah kemaksiatan besar. Tanpa ada maksud menggangunya lagi sang Wali hanya melihat dari kejahuan bagaimana kawanan virus itu pergi menjalankan titah Tuhannya. "Ya Allah, selamatkanlah orang-orang yang selalu mengagungkan Asmamu", pintanya dalam hati. 

Dua bulan berlalu, Wali Kutub itu tanpa sengaja bertemu kembali dengan virus-virus tadi. Kawanan virus itu terlihat sangat letih sekali, wajah-wajah mereka murung, seperti dibebani rasa bersalah yang teramat berat. 

"Kenapa kalian murung", sang Wali mengawali pembicaraan. "Jumlah korban tidak sesuai rencana", jawab pimpinan virus itu lesu.

"Tidak sesuai rencana bagaimana, ada berapa orang yang jadi korban", sang wali balik bertanya. 
Mba Buni juga ikut Khataman
"100 ribu....!"
"Haa....!!! kenapa bisa begitu, bukankah kalian hanya diperintahkan menghabisi 50 ribu orang, sekedar memenuhi unsur-unsur yang dibutuhkan tanah di daerah itu. Kenapa sampai kebablasan 100 ribu", wali kutub itu penasaran. 

"Sulit dinalar Syeh", pimpinan virus itu berusaha menjelaskan. "Kami sudah sangat berhati-hati menjalankan tugas ini. Sebelum melaksanakan tugas, Anak buah saya sudah memeriksa KTP dan KK semua penduduk di sana. Sangat kecil kemungkinan kami salah sasaran". 

"Teruuss..."!
"Masyarakat di sana terlalu penakut. Karena rasa takut dan cemas yang berlebihan itu jumlah korban bertambah, dua kali lipat dari yang kami rencanakan".

"Innalillahi wa Inna Ilaihi Rojiuuun
Astaghfirullaha al Adzim.....
Astaghfirullaha al Adzim......
Astaghfirullaha al Adzim......", wali Kutub itu berkali-kali memuji Allah pertanda dia mulai mafhum dengan kejadian yang sesungguhnya.

BUDAYA NAKTANAAN

Entah siapa yang memulai, budaya Naktanaan dapat dipastikan ada hampir di semua Pondok Pesantren, baik yang lecil maupun Pondok Pesantren Besar. Tidak jarang kebiasaan ini berlanjut hingga mereka pulang kerumah masing-masing, seperti ketika ada temu Alumni, temu teman satu angkatan, atau acara lainnya yang mereka anggap istimewa.

Naktanaan berasal dari bahasa Madura yang artinya bermain masak-masakan, tidak memasak sungguhan, hanya bermain saja untuk menghibur diri. Kelompok Abangan biasanya menyebutnya "Bakar-bakar". 

Karena tujuannya hanya bermain, tidak urung kegiatan ini menjadi ajang coba-coba. Mencoba memasak menu-menu tertentu yang tidak pada lazimnya. Seperti membuat Sambal dengan sebilah genteng, bahan sayur yang biasanya direbus dikukus, Tongkol pisang, ikan asen, direbus jadi satu dengan Indomei, bahkan ada yang lebih ekstrim lagi, mereka kadang nekat mencoba setiap pucuk dedaunan yang ada disekitarnya sebagai bahan sayuran. 

Eeee Ada satu lagi, masakan yang biasanya cukup untuk 10 orang dimakan hanya berlima saja. Gila ndak...! iya memang gila.Orang Pintar kadang memang tidak jauh berbeda dengan orang gila. 

Untuk bahan-bahannya biasanya mereka patungan. Ada yang menanggung berasnya, ada juga yang menanggung lauknya, ada yang bertugas sebagai juru masak, ada juga yang hanya duduk-duduk walaupun tidak menyumbang apa-apa yang penting hadir. Ada juga yang semua bahannya ditanggung oleh salah seorang teman yang dianggap paling tajir. 

Ketika semua bahan selesai dimasak, acara selanjutnya adalah meletakkan semua masakan diatas daun pisang yang sudah dipersiapkan sebelumnya. mereka semua duduk melingkar mengelelilingi tumpukan makanan yang dibuat menggunung seperti gunung Argopuro itu. Masing-masing mengambil posisi edial untuk mendapatkan jarak makan yang paling nikmat. 

Setelah yang ditunjuk selesai memimpin doa, tanpa perlu dikomando mereka serentak mulai makan sepuas-puasnya. Kemeriahan pun terjadi. Saling buli, saling ledek satu sama lain. Inilah potret Demokrasi yang sesungguhnya, ketika semua orang bisa duduk bersama, merayakan dan menikmati hasil pembangunan tanpa ada yang merasa paling berjasa. 

Acara Naktanaan yang digelar kemaren malam, Jumat 3 April 2020 oleh sejumlah santri Sabda Ria Nada yang memilih bertahan dipondok ini, dilaksanakan sebagai ungkapan Syukur kepada Allah, SWT. 

Semenjak intruksi belajar dirumah digulirkan mereka mengisi jam siang dengan samaan Alqur'an. Kegiatan dilaksanakan dalam dua sesi. Sesi pertama dari selesai Shalat Subuh hingga jam 8 pagi. Sedang sesi kedua dari selesai Shalat Dzuhur hingga dikomandankannya Azan Shalat Ashar. 

Menurut Ust. Suryadi dan Ust. Moroqi yang setia mendampingi mereka, hingga acara Naktanaan kemaren malam mereka sudah Khatam Tiga Kali. Alhamdulillah. 

Walaupun mereka tidak ikut turun kejalan menyemprotkan cairan Desinfektan dan membagi-bagikan Masker, doa yang mereka panjatkan, Ayat-ayat Alquran yang mereka kumandankan insyaallah bisa membantu mempercepat penanganan Covid 19 di Negeri ini, Amin. 

Semoga Allah Mudahkan semua urusan kita, Amin.

Posting Komentar untuk "SEKEDAR NAKTANAAN, TIDAK TANAK SUNGGUHAN"