Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

TEROMPAH SANG KIYAI

Suasana Pasarean Syaihona Kholil Bangkalan
di malam hari

Sabdarianada. Id| Terompah atau orang sekarang menyebutnya Sepatu dan Sandal, mungkin menjadi satu-satunya asesoris yang paling banyak menyertai kisah perjalanan hidup orang-orang Shalih. 

Bahkan di dalam Alqur'an Allah merasa perlu menyebut benda  ini secara Khusus, Seperti dalam Surat Thaha ayat 11-12 : 
فلما اتها نودي يموسى، اني انا ربك فاخلع نعليك انك بالواد المقدس طوى
"Maka ketika dia Mendatanginya (ketempat Api itu) dia dipanggil, " Wahai Musa! sesungguhnya aku adalah tuhanmu, maka lepaskan kedua Terompahmu. Karena engkau berada di lembah yang suci, Thuwa". 

Dalam perjalanan Mi'roj Rasulullah juga sempat dikagetkan oleh suara Terompah  Sahabat Bilal bin Rabah yang gemeretak di dalam Surga. 

Karena penasaran Rasulullah bertanya, "Amal apakah gerangan yang telah engkau lakukan ya Bilal, saya  mendengar Suara terompahmu di Surga.!" 
Bilal menjawab, "Tidak ada ya Rasul, kecuali aku sangat menyukai Shalat Sunat Dua Rokaat sehabis Wudhhu". 

Di Zaman Kholifah Harun Ar Rosyid kita juga disuguhi cerita jenaka tentang Terompah Ajaib milik sosok mistrius legendaris Abu Nawas. Konon dengan terompah ajaibnya itu Abu Nawas bisa menari-nari di awan. Lebih menarik lagi siapa saja yang memegang terompah sakti itu bisa menjadi kaya raya. 

Walaupun ahirnya Abu Nawas berusaha membuang Terompah saktinya itu. Entah kenapa lama-lama terompah Ajaib milik Abu Nawas sering menyebabkan pemiliknya ketiban sial. 

Tidak kalah hebatnya dengan terompah Abu Nawas, adalah terompah Sakti milik Ulama Kharismatik Almarhum al Arif Billah Syaihona Kholil Bangkalan. Waliyullah yang banyak melahirkan Ulama-ulama besar Jawa dan Madura ini dikabarkan memiliki terompah Sakti yang dengan sekejab mata bisa sampai di tanah suci. 

Luar biasa khan..? 
Pengin tahu kisahnya kagak..? 
Lanjutkan membaca sampai tuntas agar tidak gagal paham. 

Seperti lazimnya  Pondok Pesantren di Indonesia selain ada Santri biasa  juga ada Santri utama, yaitu Santri Khaddam yang memiliki tugas tambahan membantu kiyai mengurus keperluan Pondok. 

Saridin adalah Khaddam kepercayaan Syaihona Kholil Bangkalan. Ia bertugas memasak dan menyediakan kebutuhan air seluruh isi pondok. Menjelang Romadhan Santri yang lain diijinkan pulang. Tugas Saridin pun bertambah, selain membantu kesibukan Kiyai dan keluarga, Saridin juga harus bertanggung jawab menjaga keamanan Pondok. 

Suatu malam selepas Shalat Isyak Syaihona Kholil dawuh, "saya akan berangkat haji, Saridin kamu saya beri tugas membaca Hizib dan Rotib setiap selesai Shalat Maghrib dan Subuh agar selama saya tinggalkan pondok Pesantren tetap Aman". 

Maklum masa itu masih jamannya rampok. Kalau kawanan Perampok daerah Bangkalan beraksi, Pondok Pesantren pun tidak segan-segan mereka jarah. 

"Maaf Kiyai, Sa.. Sa.. Saniman, saja", jawab Saridin gugup, sambil melirik ke arah Saniman. 

"Saniman kan masih harus mengajar anak tetangga yang kecil-kecil itu din, memangnya kamu kenapa?" Tanya Syaihona Kholil penasaran, karena tidak biasanya Saridin menolak Pakon Sang Guru. 

"Aaaaanu kiyai, saya tidak bisa baca.."
"Haaa.., yang bener kamu din, masak belum bisa membaca, apa saja yang kamu lakukan di pondok..! "

Saridin tertunduk malu, "Bener kiyai", keluhnya. " seperti kiyai tahu tugas saya memasak dan menyediakan kebutuhan air seluruh isi pondok. Saya menimba air disumur kadang sampai larut malam sudah tidak sempat lagi memngaji seperti santri yang lain", imbuhnya. 

Sambil menarik napas panjang Syaihona Kholil  mengusap-usap pondak Saridin dengan penuh kasih sayang. "Ia sudah kamu baca Doa apa saja yang kamu bisa, mudah-mudahan doamu di ijabah oleh Allah, pondok pesantren ini tetap aman walaupun saya tinggalkan agak lama", pinta Syaihona Kholil dengan suara bergetar penuh wibawa. 

"Ma.. Ma... Maaf Kiyai", Saridin kembali merajuk. "Tidak ada satu doapun yang saya hafal".

"Surat al-fatihah kamu ndak hafal..?"
"Ti... Ti.. Tidak Kiyai".
"Kalau kamu Shalat baca Apa Din..? Suara Syaihona Kholil agak tinggi setengah tidak percaya. 

"Yang saya hafal hanya sentilan (semacam Syair komidi  Madura) " Manjilen Sapolo Loddu' Settong Kareh Sangak" (Biji Nangka 10 meletus satu tinggal Sembilan). 

Subhanallah, sedemikian sibuknya Saridin berkhidmat pada Sang guru dan Pesantren hingga tidak sempat mentashih bacaan Shalatnya. Rupanya setiap kali Shalat Saridin hanya mengulang-ulang "Manjelen 10 Ledduk settong kareh Sangak, Manjelen 10 Lodduk settong Kareh Sangak, Menjelen 10 ledduk settong kareh Sangak"

Jangan tanya sah tidaknya Shalat Saridin menurut syareat. Syarat dan rukun hanya diperuntukkan bagi mereka yang mampu dan berkesempatan belajar. Ketika seseorang merasa sudah tidak sanggup  lagi  belajar, basa-basi doa tidak diperlukan lagi. Yang Allah butuhkan  hanyalah sikap tunduk dan patuh dihadapan perintahnya. 

Sambil menghela nafas panjang Syaihona mengangguk pelan, "teruskan baca sentilanmu itu, mandhih, mandhih, mandhih tekkah hajed (mustajab, mustajab, mustajab, qobul hajat)" sambung kiyai kholil meyakinkan. 

Pengakuan yang keluar dari lisan orang Shalih yang dimuliakan Allah akan menjadikan segala sesuatu memiliki tuah. Santilan ala Saridin beralih fungsi menjadi mantra sakti. Siang-malam Saridin membacanya sesuai perintah sang guru. 

Hingga di suatu pagi ketika Saridin membersihkan serambi belakang Dhelem (kediaman kiyai) tanpa sengaja penglihatannya tertuju pada sepasang Terompah yang biasanya dipakai Syaihona Kholil. 

"Masyaallah Terompah (paccak madura) Syaihona tertinggal. Pasti Terompah ini sangat beliau butuhkan di Mekkah,  tapi bagaimana caranya saya mengantarkannya kesana", keluhnya sedih. 

Seperti ada bisikan dari Syaihona kholil Saridin buru-buru lari menuju kamar. Di dalam kamar Saridin duduk menghadap kiblat berusaha sekuat tenaga memusatkan segenap konsentrasi. "Manjelen 10 Ledduk Settong Kareh Sangak,  Manjelen 10 Ledduk Settong kareh Sangak, Manjelen 10 ledduk settong kareh sangak". Saridin mengulang-ulang mantra Saktinya. 

Begitu Saridin membuka mata, dia sudah berdiri persis disamping Syaihona Kholil yang sedang melaksanakan Thawaf. Seperti sudah tahu kejadian yang sebenarnya Syaihona kholil tersenyum bangga menyambut kedatangan Santri kesayangannya. 

"Kamu naik apa ke sini Dereh?"(panggilan untuk santri) sapa Syaihona kholil. 
"Tidak ada kiyai, hanya membaca sentilan yang kiyai Ijazahkan tempo hari", jawab Saridin bangga. 

"Sekarang kamu baca lagi, secepatnya kamu harus kembali kepondok..!"
Buru-buru Saridin membaca mantranya, secepat kilat saridin sudah berada dikamarnya kembali. 

Begitulah Hikayat Terompah Sakti Syaihona Kholil Bangkalan. Jika Allah sudah mencintai hambanya, maka Allah yang akan menjadi matanya, kupingnya, tangan dan kakinya. Aktifitas apapun yang ia lakukan seluruhnya berada dalam bimbingan  Qutrat dan Irodat Allah. 

Salam dirumah Saja...! 
Semoga Allah melindungi dan membimbing kita semua, Amin





Posting Komentar untuk "TEROMPAH SANG KIYAI"