Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PERLUNYA NIAT KETIKA MEMPERINGATI MAULID NABI

Aqiqoh Almh Buk Tamar Sati'a untuk kegiatan Maulid di Sabda Ria Nada

Sabdarianada. Id | Ketika tulisan ini saya buat, Desa Tlogosari tempat saya dulu lahir dan tinggal hingga saat ini dan insyaallah juga mati nanti  kalau sudah tiba waktunya, sedang merayakan Selamatan Desa atau masyarakat setempat menyebutnya KADHISAH. 

Bermacam acara digelar untuk merayakan. Selain acara selamatan tidak ketinggalan pula Ritual kerapan sapi juga digelar, walaupun tidak seheboh Budaya Madura, sebagai salah satu tradisi yang sudah turun-temurun. 

Karena bersamaan dengan bulan Maulid, banyak masyarakat yang merayakannya sekaligus niat merayakan Maulid. Mereka mikirnya sederhana saja, agar tidak repot dua kali dengan sekali dayung satu-dua pulau terlampoi. Guru Matematika dan ekonomi dalam hal ini terbilang sangat sukses, hahay. 

Jika yang mereka gunakan Standart sosial dan ekonomi, tentu terobosan yang mereka ambil terbilang sangat luar biasa. Namun manakala yang kita gunakan Standart cinta, pastilah masih jauh dari harapan. Karana jika cinta yang dikedepankan semua rumus Matematika harus ditiadakan. Hakekat cinta sebenarnya disaat kita "Aktif memberi tanpa Pamrih, Pasrah menerima Tanpa Resah". Jika masih hitung-hitungan dimana pula Cinta mereka letakkan? 

Lebih dari sekedar berpesta ria, berMaulid sesunggugnya apabila secara sadar kita berusaha meniru kepribadian Rosulullah, baik dalam kapasitasnya sebagai Abdullah (hamba Allah), kepala keluarga, seorang suami, seorang Ayah, sahabat, ahirnya sebagai kepala Negara dan  hal lain yang melingkupi diri dan kepribadian Rosulullah yang mulia. 

Walaupun tidak bisa dibilang  sia-sia, paling tidak kurang nyuss-lah, apabila dari sekian banyak maulid yang  digelar belum ada satupun prilaku Rosulullah yang bisa  dipraktekkan dalam keseharian kita. 

Contoh misalnya, Rosulullah setiap kali masuk Masjid selalu mendahulukan kaki kanan, ketika keluar mendahulukan kaki kiri. Sementara kita hingga  detik ini belum mampu membedakan  antara masuk Masjid dengan masuk Pasar. Kita pun jarang bisa menyadari bahkan lupa sama sekali entah kaki mana yang telah nyelonong duluan. 

Atau ketika masuk kamar kecil, Rasulullah mengajarkan agar mendahulukan kaki kiri ketika masuk dan kaki kanan ketika keluar. Serta menggunakan alas kaki dan menutup kepala. Yang kita lakukan kebalikannya, di luar kamar kecil kadang sudah kita protoli  semua. 

Belum lagi jika berurusan dengan materi. Rasulullah setiap kali mendapatkan Rizqi selalu ingin segera menshadaqohkannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Hingga pernah disuatu hari Rosulullah buru-buru menyelesaikan sholatnya. Ketika ditanya oleh Sahabat kenapa beliau terburu-buru? Rasulullah menjawab, "Tadi saya lupa dirumah masih tersisa satu keping emas yang belum saya Shadaqohkan". 

Oh amboy, betapa sangat bertolak belakang dengan yang kita praktekkan. Kita setiap kali mendapatkan Rizqi selalu terburu-buru ingin menyimpanya, kuatir besok atau lusa kehabisan dan tidak ada yang bisa kita makan. 

Tidak dipungkiri, banyak juga sih  saudara-saudara kita yang sudah mempraktekkan pola-pola hidup ala Rasulullah, seperti memelihara jenggot karena diyakini Rasulullah suka memanjakan Jengghot. Mengkenakan sorban, memakai pakaian serba putih, mempraktekkan Poligami yang seadil-adilnya, dan lain sebagainya. 

Tapi coba tanyakan, benarkah mereka melakukannya karena ingin ikut Rasulullah ? atau sekedar Tren. Jika sekedar tren, sekali lagi belum nyusslah, karena yang disebut Ahlus Sunnah (orang yang berusaha melestarikan Sunah Rasul) bukan sekedar mempraktekkannya, tapi juga harus menyertakan kesadaran ingin mengikuti Rasulullah, ITBA' Rasulullah. 

Meniru lelakunya tanpa niatan mengikutinya, ibarat sehelai daun yang tersapu angin, atau selembar kertas yang terbawa  air,  ikut bukan karena setuju, melainkan hanya karena terseret Arus. 

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ 

Katakanlah, "Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian," ( Ali Imron 31) 

Kata (فاتبعوني) pada ayat di atas pastilah bukan sekedar ikut-ikutan, melainkan mengikuti dengan sepenuh kesadaran, bahwa setiap yang diucapkan Rosulullah adalah petunjuk dan setiap gerak-gerik Nabi adalah Uswah (tauladan) yang jika diikuti disertai niat yang benar bukan hanya mendatangkan Rahmat tapi juga Ampunan dari Allah. 

Semoga Allah mengampuni dan membimbing kita semua, Amin. 

1 komentar untuk "PERLUNYA NIAT KETIKA MEMPERINGATI MAULID NABI"