Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

JIHAD AKBAR, PERANG MELAWAN DIRI SENDIRI

sabdarianada.Id | Umumnya Riwayat yang kita terima menyatakan, bahwa usai Perang Badar, Rasulullah SAW  berpesan  kepada para sahabat 

رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبرقالوا: وما الجهاد الأكبر؟ قال: جهاد القلب “

"Kita kembali dari Jihad kecil menuju jihad besar.” Mereka bertanya: “Apakah jihad paling besar itu?” Beliau bersabda: “Jihad hati (Jihadun Nafsi)". 

Hadis ini sedemikian populer di kalangan umat Islam kendati sebagian besar ulama Hadis menyatakannya dhaif, lebih-lebih dalam kajian-kajian Romadhan yang disebut-sebut sebagai Piranti lain yang Allah hadiahkan agar manusia belajar mengendalikan hawa nafsunya. 

Perang Badar sendiri adalah perang besar pertama yang dilakoni Rosulullah dan para Sahabatnya. Perang ini terjadi para hari Jum'at tanggal 17 Romadhan tahun ke 2 Hijriyah atau 13 Maret 624 M dengan kekuatan yang sangat tidak seimbang. 

Pasukan Kafir Quraisy diperkuat oleh 1.000 orang pasukan lengkap dengan persenjataannya. 600 orang mengenakan baju besi, 300 orang pasukan berkuda, 700 mengendarai Unta. Sedangkan Rosulullah hanya bersama 313 orang, 70 ekor unta dan 2 ekor kuda.

Diceritakan, Nabi Muhammad, Ali bin Abi Thalib, dan Martsad Al-Ghanawi  menaiki 1 ekor kuda bergantian berada  di belakang unta-unta tersebut.

Sedemikian beratnya beban umat Islam pada waktu itu, sampai-sampai Rosulullah dalam doanya setengah memaksa  kepada Allah

اللهم انجز لي ما وعدتني اللهم ات ما وعدتني اللهم ان تهلك هده العصابة من اهل الاسلام لا تعبد في الارض 

“Ya Allah, penuhilah apa yang pernah Engkau janjikan padaku, Ya Allah berilah apa yang dulu Engkau janjikan padaku. Ya Allah kalau seandainya Engkau binasakan sekelompok orang Islam ini, maka tidak akan ada lagi orang yang akan menyembahmu  dimuka bumi ini". [HR Muslim ]. 

Sangat masuk akal apabila para sahabat yang menyertai nabi dalam perang Badar terkejut bukan main, ketika nabi tiba-tiba menyatakan masih ada peperangan lain yang lebih berat dari perang Badar. "Perang apakah itu gerangan ya Rosul..?" Nabi menjelaskan, perang itu bukan perang fisik, melainkan perang melawan Hawa Nafsu, yang artinya berperang melawan diri kita sendiri.


DIRI MUSUH DAN DIRI SEJATI

Setiap orang memiliki nafsu dan nafsu itu  menjadi bagian dari dirinya. Sedemikian dekatnya sehingga sulit dibedakan mana diri mana musuh. Nafsu yang dimaksud adalah keinginan atau dorongan dari dalam diri, seperti ingin semakin dihargai oleh orang lain, semakin kaya raya, semakin berpangkat atau memiliki jabatan tinggi, semakin menang dari orang lain, atau semakin hebat dalam berbagai hal. 

Inilah yang  saya maksud dengan "diri yang menjadi musuh", atau meminjam istilah psikologi analisis "diri yang palsu". Dorongan-dorongan ini kadang sangat sulit dikendalikan. Bahkan, keputusan akalnya sendiri saja tidak diikuti. Akalnya mengatakan tidak, tetapi nafsunya mendorong terus hingga apa yang diinginkan itu tercapai. 

Karena itu orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya pasti diberi keistimewaan oleh Allah walaupun dia orang non Muslim, sebaliknya orang yang memperturutkan Hawa Nafsunya pasti merugi. Demikian disampaikan oleh Kh Zainol Muin Husni, Lc Rois Syuriah Kabupaten Situbondo di sela-sela kajian rutin Kitab Alhikam karya Syeh Ibno Athaillah kemaren malam Rabu,  6 Nopember 2024 di Masjid Abd. Hamzah Pondok Pesantren Sabda Ria Nada Sumbermalang. 

Parahnya lagi orang yang memperturutkan nafsunya akan terasa berat dalam melaksanakan ibadah, sehingga semakin lama ia akan semakin jauh dari  Allah.

Mengenai hal ini  Syaikh Ibn ‘Athaillah as-Sakandari dalam hikmah ke 34 menasehati: 

اخرح من اوصاف بشريتك عن كل وصف مناقض لعبوديتك لتكون لنداء الحق مجيبا ومن حضرته قريبا

“Keluarlah dari sifat-sifat manusiawimu, yang menentang penghambaanmu kepada Allah, agar dapat memenuhi panggilan-Nya dan dekat di hadirat-Nya (menyaksikan dirinya benar-benar selalu di hadapan-Nya).”

Maksud nasehat ini adalah orang hendaknya keluar dari sifat-sifat manusiawinya yang bertentangan dengan penghambannya kepada Allah. Apa saja itu? Tiada lain adalah sifat-sifat tercela yang merupakan bagian dari "diri yang musuh", seperti bangga diri (‘ujub), sombong kepada orang lain, rakus terhadap harta benda tanpa memedulikan halal haramnya, dengki, iri, dendam, marah dan semisalnya. 

Sedangkan "Diri yang Sejati" adalah rasa keberhambaan kita kepada Allah (fitrah ketuhanan) yang selalu ingin dekat dengan penciptanya, Ridha terhadap pemberian Allah, cinta damai dan selalu ingin berbagi dengan sesama. Semakin kuat "diri musuh" menguasai kita, rasa keberhambaan kita  kepada Allah akan semakin memudar,  sehingga kita tidak peka lagi terhadap seruan dan kehadiran Allah. Sebagai akibatnya kita merasa lepas dari pengawasan Alllah dan berani melakukan pelanggaran-pelanggaran berat yang dimurkai, Nauzdubillahi min dzaik. 

Di sinilah pentingnya memberikan perhatian khusus terhadap kesehatan Rohani disamping kesehatan jasmani. Melengkapi penjelasannya, Kiyai Zainol - begitu beliau akrap disapa, mengutip syair syaeh Abul Fath albustari, RA

 

"Duhai penghamba badan, sampai kapan kau sibuk melayaninya. Mencari keuntungan untuk sesuatu yang pasti merugi".

"Fokuslah untuk kesempurnaan jiwamu, karena jiwamu engkau dipanggil manusia, bukan karena badanmu".

Hanya kepada Allah kita kembalikan semua urusan, semoga Allah membimbing kita semua, Amin

Pewarta : Hasbiallah

------------

Sumber bacaan

1. https://alfahmu.id hadits-berjihad-melawan-hawa-nafsu-adalah-jihad-paling-besar

2.https://rumaysho.com/33884-faedah-sirah-nabi-perang-badar-kubra-dan-pelajaran-di-dalamnya.

3. Air mata Nabi, Abu Abdurahman Almishri, Amzah 2028

4. Tarjemah&syarah Al Hikam, semesta Hikmah 2023




Posting Komentar untuk "JIHAD AKBAR, PERANG MELAWAN DIRI SENDIRI"