Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SETELAH 7 HARI BELIAU PERGI

Pusara KH. Muhaimin bin Abdur Razaq Besuki

sabdarianada. Id | Gelar Tahlil mengenang wafatnya  Almaghfurlah Kiyai Muhaimin Abdur Razaq berahir tadi malam, Sabtu 27  Desember 2025 atau 7 Rojab 1447 H. Seperti pada malam-malam sebelumnya, Jamaah selalu membludak hingga ke Jalan Raya depan Pesantren. 

Dari pantauan camera juga  terlihat hadir pada acara tersebut, bapak Ahmad Mukhlisin Direktur Argopuro Walida Sumbermalang sekaligus Anggota DPRD Kabupaten Situbondo dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Turut membersamai beliau beberapa rekan Civitas dan simpatisan Sabda Ria Nada ; Ust. Mohammad Thohir,  Habib Bahar, Ust. abdus  Salam, Ust.Moh.Suryadi, Ust. Anwar Nuris, Ust. Moh. Zainuddin, Ahmad Purwanto dan salah seorang Alumni Miftahul Ulum dari Baderan. 

Mungkin karena  terbawa perasaan, saya merasa Tahlil malam ke 7 suasananya sangat berbeda. Tidak ada kegaduhan walaupun Jamaahnya ribuan. Langkah mereka gontai seperti tidak bertenaga, wajah mereka sayu penuh luka. Ada rasa kehilangan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.Jarang saya temui ada jamaah bicara sendiri dengan teman duduknya. Mereka semua diam seperti terbawa kenangannya masing-masing bersama Almaghfurlah Kiyai Muhaimin. 

Bahkan saat acara usai, banyak dari mereka yang tetap bertahan ditempat. Ada sebagian yang Melanjutkan Riyadhah langsung kepusara Kiyai Muhaimin yang masih basah. Sepertinya mereka enggan terburu-buru melupakan bayangan guru yang mereka Tiru.  

Tidak dipungkiri selama sehat ada ribuan hati yang beliau bantu, ribuan luka yang beliau basuh,  jutaan harapan yang beliau bantu wujudkan,  baik melalui bantuan beliau secara langsung atau berkat wasilah doa yang beliau panjatkan. Kini ribuan hati itu telah kehilangan tambatan, tidak tahu arah kemana hendak berlabuh. 

Di sinilah pentingnya setiap Genarasi berusaha keras mengembangkan diri. Salah satu tujuannya, agar ketika seseorang yang memiliki pengaruh tertentu pergi, umat tidak kehilangan tempat berbagi. 

Islam tidak melarang kita mengagumi dan menyanjung-nyanjung  para pendahulu entah itu guru, orang tua atau siapapun. Malah Kanjeng nabi menganjurkan hal itu :

اذكروا محاسن موتكم

"Ingat-ingatlah (sebut-sebutlah) kebaikan-kebaikan keluargamu yang telah Tiada". 

Tentu yang dimaksud Kanjeng Nabi bukan sekedar menjadi pengagum dan pemerhati, harus ada usaha mandiri dari setiap Genarasi untuk mengembangkan diri. Jika Genarasi sesudahnya hanya puas menjadi pengagum dan Pemerhati, maka pepatah "HILANG SATU TUMBUH SERIBU", tidak akan pernah terjadi, yang terjadi malah sebaliknya, Pepatah tersebut akan berbalik arah menjadi "Hilang Satu Tumbang Seribu", Naudzubillah. 

Atau dengan Bahasa Madura yang lebih tegas, " Jek gun teroh Khelapah mloloh, mandinah teroh, tapanah teroh, Tawadduen teroh, khusyuen teroh, Alemah teroh, Lambeen (dermawanah) teroh". 

Aduh berat, mana mungkin kuat. Benar, berat memang jika harus persis seperti belaiu, yang bisa kita lakukan adalah berbagi tugas. Yang Ahli Tapah, teroh Tapanah, yang banyak Harta teroh dermawanah, yang Ahli Tanggih teroh manndinah, dan begitu seterusnya. Definisi orang kuat di jaman sekarang bukan lagi Diogo Maradona, yang mampu mengiring bola sendirian hingga menjebol gawang lawan. Orang kuat itu adalah Leonel Missi yang sanggup bekerja dalam Tim sehingga bersama-sama meraih kemenangan. 

Ibarat Tumbuhan, jika yang paling besar sudah dirobohkan, tumbuhan-tumbuhan kecil disekitarnya akan bermunculan. Selamat bertumbuh buat para Santri, Alumni, dan penerus seluruhnya. Semoga Allah membimbing dan melindungi kita semua, Amin. 

Kontributor : Hasbiallah

 

Posting Komentar untuk "SETELAH 7 HARI BELIAU PERGI"